Afi Nihaya Faradisa Tidak Sendiri

Afi nihaya Paradisa

Afi Nihaya Paradisa tidak sendiri pada saat ia melakukan plagiasi, ada banyak person, oknum atau apa pun nama dan istilahnya yang melakukan perbuatan ceroboh tersebut. Ketika duduk di bangku sekolah dasar, saya pernah menyontek (melakukan plagiasi) pada saat mengikuti sebuah test harian agar nilai ulangan mata pelajaran yang saya ikuti mempunyai nilai tinggi sama dengan rekan saya yang pandai.

Plagiasi atau peniruan hasil karya orang lain sudah menjadi budaya literasi yang cenderung negatif. Plagiasi terjadi karena dorongan dari hati yang disetujui oleh nafsu atau hasrat terhadap sesuatu, misalnya ingin terkenal, populer dan dianggap memiliki reputasi karena menjadi penulis yang menghasilkan banyak karya yang dibaca oleh ratusan atau jutaan orang follower. Padahal seorang penulis akan disebut sebagai penulis yang baik atau hebat jika seluruh tulisan yang dibuatnya memiliki otentifikasi atau orisinil, murni hasil karya sendiri alias bukan copy paste dari laman atau lapak milik penulis lain.

Boleh saja seorang penulis melakukan copy paste dengan syarat mencantumkan sumber penulisannya yang pada zaman kekinian disebut sebagai tautan atau link, karena hal itu menjadi etika penulis yang baik dan menghormati hasil karya orang lain. Dalam karya tulis ilmiah copy paste tidak diperbolehkan, jika pun copy paste dilakukan maka penulisan kutipan menjadi kewajiban dan sumber kutipan disebutkan dalam tulisan atau dalam catatan kaki.

Di zaman kekinian dengan arus informasi berupa data dan angka yang deras mengalir, tindak laku plagiasi atau copy paste tanpa menyebutkan sumber dilakukan bertubi-tubi oleh situs web yang mencari keuntungan meraih viewer dari kunjungan lalu lintas atau trafik yang tinggi. Selain situs web, plagiasi sering dilakukan oleh pemilik akun di media sosial, terutama di laman facebook. Salah satu contohnya dilakukan oleh pemilik Akun bernama Bahrun Najach.

Siapa Bahrun Najach?

Setelah beberapa menit melakukan surfing dan browsing melalui mbah Google, ditemukan nama akun Muhamad Bahrun Najach (Makasih Allah), ia berasal dari Magelang, follower di akun FB nya ada 240 orang.

Entah apa yang ada dalam pikirannya, mungkin untuk lebih mempopulerkan kiprahnya di dunia literasi, Bahrun Najach membuat Fanpage di laman Facebook dengan nama Bahrun Najach dengan liker berjumlah 7.001 orang dan follower mencapai 7.189 orang. Jumlah yang cukup banyak untuk sebuah fanpage. Namun sayangnya konten yang ada di dalam laman fanpagenya banyak memuat tulisan dari orang lain, dengan kata lain pemilik laman FB ini melakukan plagiasi, dan ia pantas menyandang predikat plagiator medsos.

Saya berani menuliskan ini karena tulisan saya di seword yang berjudul TAKBIR KELILING, dia copy paste secara utuh dan merubah judulnya menjadi “SAYA TIDAK ANTI TAKBIR KELILING” dengan tambahan gambar karnaval takbir keliling, gambarnya bisa dilihat di bawah ini:

Iseng-iseng saya menggerayangi laman FP Bahrun Najach, dan ternyata oh ternyata banyak sekali tulisan lain yang serupa yang kemungkinan besar dia copas secara utuh dari tulisan-tulisan milik orang lain yang tentu saja tanpa dia kutip sumbernya. Padahal laman facebook sudah menyediakan fasilitas share sebagai bentuk pertanggungjawaban moral literasi yang dilakukan oleh pemilik facebook, Mark Zukcerberg.

Akhirnya saya membuka Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, di dalamnya menyebutkan bahwa hak cipta merupakan kekayaan intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang mempunyai peranan strategis dalam mendukung pembangunan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Lalu dalam pasal 1 disebutkan bahwa Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Memang sungguh ironis dengan apa yang terjadi di dunia literasi, Hak Cipta berupa Hak Kekayaan Intelektual yang dimiliki oleh situs web resmi seperti Seword yang alhamdulillah sudah berbadan hukum, begitu saja dicopy paste oleh oknum plagiator yang ingin populer dengan cara instant. Untuk apa sebenarnya peraturan perundangan dibuat jika seluruh atau sebagian ketentuan di dalamnya dilanggar begitu saja oleh mereka yang memilih jalan instant tanpa susah payah menjalani proses kreatif dalam menciptakan sebuah tulisan.

Berkaitan dengan counter viewer atau jumlah pengunjung yang mampir di sebuah tulisan di Seword, sebetulnya saya tidak begitu perduli, namun ada baiknya dikembalikan ke semula atau diaktifkan lagi jumlah viewernya, sebab dari apa yang dilakukan facebook dengan menampilkan statistik liker, follower dan berapa kali sebuah tulisan atau status di share dapat dilihat dengan sangat transparan. Soalnya tulisan saya di laman FP Bahrun Najach di share sebanyak 59 kali, jumlah yang cukup fantastis.

Seperti pada awal tulisan bahwa Afi Nihaya Paradisa tidak sendiri ketika ia melakukan plagiasi, ada Afi-Afi lain atau Bahrun Najach Bahrun Najach lain yang tekun, giat, aktif dan rajin serta agresif melakukan tindak ceroboh plagiasi di tatar literasi, sebuah tindak dan laku yang tidak terpuji, dan hanya dilakukan oleh orang yang ingin populer dengan cara instant, malas menjalani proses kreatif.

Dampak positif keberadaan media sosial memang banyak, tapi percayalah bahwa pengaruh negatifnya pun tidak sedikit, akan lahir plagiator ulung seperti Bahrun Najach atau plagiatris seperti Afi Nihaya Paradisa, jika tindak terpuji dari mereka dibiarkan oleh pemerintah, dan diabaikan oleh sahabat-sahabat penulis di seword. Bahkan saya pernah terpikir jika Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta diperlakukan ketat di Seword, dengan cara melakukan monitoring yang enta bagaimana caranya, agar aset-aset berharga hasil karya para penulis di seword dapat dilindungi dari para plagiator dan plagiatris.

Hmm rupanya para pembajak tidak hanya berkeliaran di laut, tapi juga berseliweran di darat dan dunia maya. Mari teruskan kegiatan literasi dalam bentuk opini di seword, dan jangan biarkan tulisan-tulisan hasil karya yang sudah menjadi aset berharga di seword dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Dan saya tahu persis, jika ejaan tulisan namanya benar, Bahrun itu artinya lautan, Najach (najaah) itu artinya keselamatan, dengan kata lain, seseorang dengan menyandang sosok yang menjadi lautan keselamatan sejatinya tidak menjadi pendakwah atau penulis yang berisi konten-konten orang lain. Jadi sesuaikan dulu makna dari nama yang disandang dengan harapan dari pembuat nama yaitu orang tua yang melahirkan kita.

Diposting juga di Seword.com

Silakan bagikan tulisan ini di akun sosial media Anda supaya teman-teman Anda juga bisa mendapatkan manfaat yang sama

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Afi Nihaya Faradisa Tidak Sendiri"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

top