7 Cara Mensucikan Diri Sebagai Muslim

Maha Suci Engkau Ya Allah


A'udzu billahi minasy syaithoonir rojiim.

Bismillaahirrohmaanirrohiim.

Subhanallah, demikian yang kita ucapkan setelah kita selesai sholat, merupakan salah satu dari rangkaian wirid. "Maha Suci Engkau Ya Allah". Sekilas memang tidak begitu menggigit dan tidak aneh dengan kalimat pendek tersebut, namun ternyata ada sejumlah makna rahasia yang perlu kita ketahui bersama:

Sesungguhnya, ada kewajiban kita untuk menyelaraskan (bahasa kerennya sinkronisasi atau bisa juga terintegrasi) antara ucapan yang keluar dari lisan dengan tindakan atau perbuatan. Merujuk pada kata subhaan yang artinya suci, terbentuklah kata kesucian. kata subhaana adalah kata yang mewakili sebuah ungkapan dari ketakjuban dan tingginya pengakuan terhadap kemahasucian Allah. Mari kita bedah kata ini dalam rangkaian penjelasan singkat berikut ini:

Pertama, yang harus dilakukan oleh seorang mukmin yang mengakui kesucian adalah membersihkan perut kita dari makanan dan minuman yang haram, subhat (meragukan), baik secara dzatiyahnya (fisik/materi) maupun cara memperolehnya.

Kedua, membersihkan seluruh anggota wudlu, baik lahiriyahnya dan yang berkaitan dengan tugasnya. Membersihkan kedua telapak tangan dari apapun jenis pekerjaan yang dilarang dan yang tidak sepantasnya dilakukan. Tidak memberi atau menerima sesuatu yang tidak pantas. Membersihkan mulut dari masuknya makanan bermasalah baik hukumnya ataupun kemaslahatannya. Tidak mengeluarkan produk ucapan yang buruk. Membersihkan hidung, mata, telinga dari penciuman, penglihatan dan pendengaran yang tidak pantas. Membersihkan penampilan kita, pakaian, perilaku, roman muka, bahasa. Membersihkan tangan kita dari sifat rakus (ngarawu ku siku -bahasa Sunda-). Memersihkan cara berfikir yang negatif, su'udzon kepada Allah, su'udzon kepada makhluk. Hindari aktivitas yang menyeret langkah kaki ke dunia kelam dan hitam.

Ketiga, Membersihkan diri dari sifat kufur, musyrik, panjang angan-angan, munafik, iri, dengki, hasud dan sebagainya.

Keempat, membersihkan diri dari merasa banyak berbuat amal.

Kelima, menghindar dari perasaan bahwa kita layak dapat penghargaan, Allah tidak ikut serta dalam semua yang kita lakukan.

Keenam....

Ketujuh.... (eusian ku nyalira - diisi sendi!)

Perbuatlah amal dengan dasar ikhlas, rasa syukur atas kebaikan Allah, tidak terlintas adanya keinginan untuk dibalas atau adanya keinginan pribadi (ada udang dibalik batu) yang tidak pantas.

JIka ada pertanyaan, kenapa kita mesti repot-repot memelihara jasmani dan ruhani, karena itu semua milik Allah?. Maka jawabannya adalah kita menerima amanah, berupa pemberian yaitu diri berikut seluruh fasilitas yang melekat dengan fungsinya masing-masing adalah untuk dimanfaatkan dalam mengimplementasikan peran kita sebagai hamba Allah yang mendapat perintah beribadah kepada-Nya.
Wallahu 'alam.
penulis : Kamal Taufik
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url