Mukhlis - Bagian 1 Keridhoan Seorang Mukmin

Keridhoan Seorang Mukmin
Photo by Badr Samih


Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Alangkah hebatnya orang-orang yang mukhlis, mereka merupakan pelita yang dapat menguak gelapnya fitnah (HR. Abu Nu’aim)

Karena harapannya sudah tertutup seluruhnya kepada Allah saja. Orang-orang yang jiwanya seperti itu dia akan selalu ridha. Ridha berapapun Allah memberikan rezeki kepada kita, besar atau kecil.

Sedangkan untuk mengukur seseorang orang itu ridha dalam tahapan ini bisa dilihat apakah putus atau tidak lintasan-lintasan dalam pikiran dan perasaan terhadap segala bentuk kebaikan manusia.

Ketika putus totalitas, otomatis dia akan selalu ridha dalam kondisi apapun karena bagian yang diberikan Allah kepada manusia apa itu berupa rezeki yang sifatnya materi atau kesempatan yang seharusnya kita menduduki jabatan tertentu dalam urusan dunia tetapi kesempatan itu justru tidak diberikan oleh Allah. Ini kunci awal menuju fase tangga keikhlasan yang dimaksud hadist ini.

Kemudian perlu dipahami karena ridha perangkatnya banyak, salah satu bagian-bagian kecil dari konsep pelajaran ridha itu (karena perangkat berarti ridha itu sebuah sistem/ rangkaian komponen) seberapa banyak komponen-komponen yang disusun dalam ruhani kita, seberapa tinggi akan dilihat kelas keridhaannya. Semakin banyak komponennya semakin besar nilai ridhanya.

Adakalanya pada hal-hal tertentu si hamba ridha tetapi pada hal yang lain kesulitan untuk menampakan ridha sepenuhnya. Adakalanya setengahnya ridha itu, yang ini bisa sepenuhnya penuh, yang ini bisa aja kurang, kenapa begitu? banyak faktor-faktor yang harus diperhatikan yang pertama lingkungan, usia, kedewasaan, pengalaman, dan ilmu ini melatari keridhaan.

Boleh jadi dalam hal ini bagus, artinya pengalamannya cukup, lingkungannya menunjang, kedewasaannya nampak, ridhanya pun boleh jadi penuh. Akan tetapi ada kalanya dalam hal yang lain, pengalaman kurang, kedewasaan dalam hal seperti ini kurang, keilmuan juga kurang, kesungguhan untuk menduduki kursi ini juga kurang, dan kekurangan ini pun juga disebabkan faktor yang lain. Oleh karena itu, seperti yang dikatakan tadi bahwa ridha itu adalah komplek sifatnya.

Sebuah sistem dimana sistem ini perangkat/ kumpulan dari sekian banyak komponen. Kenapa dikatakan sistem? karena juga menyangkut keragaman bobot manusia yang berbeda-beda. Keragaman bobot ruhani yang berbeda-beda ini maka setiap manusia itu kelasnya berbeda-beda. Dia menduduki pada sistem yang mana tingkat keridhaannya itu.

Karena tadi ridha menyangkut seluruh aspek, komplek sifatnya. Ingat, hidup itu bukan hanya persoalan uang saja tapi seluruh yang berkaitan dengan kehidupan individu seorang mukmin. Karena seluruh yang menjadi bagian-bagian kehidupan manusia setiap individu punya kecenderungan yang sama dalam hidupnya, tidak ada yang beda manusia itu.

Seperti halnya ada manusia ditanya, kamu pengen miskin atau kaya? semua menjawab semua orang akan menjawab pengen kaya. Semua manusia sama, kamu pengen banyak ilmu? pengen jawabannya. Lalu disisi mana manusia itu bedanya? tidak ada bedanya. Karena sifat basariah menyangkut kekomplekkan kebutuhan manusia.

Tiap-tiap komponen ini ada bagian-bagiannya, kalaulah seluruh bagian dari kekomplekkan kecenderungan basariah manusia itu, manusia bisa ridha secara keseluruhan, inilah yang diharapkan Rasulullah Saw. Jadi jangan didangkalkan hadist ini. Ingat, manusia itu dari sisi basariahnya komplek.

Ketika ada hidup, ada kehidupan, ketika berbicara kehidupan menyangkut keseluruhan. Dari persoalan yang kecil sampai persoalan yang besar, inilah sebuah roda kehidupan yang dihadapi oleh setiap individu.

Seperti halnya kita bisa berekspresi ikhlas dalam persoalan ini tetapi dalam persoalan yang lain ada kesulitan bersikap ikhlas. Kunci ini untuk membuka makna, jalan bagaimana mengekspresikan hadist ini. Makanya manusia tidak pernah berhenti terus belajar mengarungi roda kehidupan, tidak bisa berhenti yang namanya belajar, belajar berakting dihadapan Allah sebagai hamba yang layak seharusnya bagaimana hidup itu.

Setiap mukmin sangat menginginkan seluruhnya untuk bisa ridha, seluruh komponen dari sistem tadi, ridhanya full tank. Ketika mukmin ini bisa melakukannya, Allah akan berkata “Aku tak sanggup membayarnya”. Tetapi untuk mencapai untuk semuanya full, penuh dalam segala hal, butuh kapasitas seperti apa? butuh bobot seperti apa? butuh perjalanan sepahit apa?

Semakin pahit, semakin ketir, semakin sakit, semakin Allah kesulitan untuk membayarnya, Allah ingin sekali membalasnya. Kalaulah surga yang diberikan Allah merasa tidak cukup, Allah berpikir apa lagi. Bahkan Allah ada kalanya termenung seorang diri.

Dari dulu kita belajar ridha, sekarang kita tingkatkan pengertian ridha seiring dengan kedewasaan, pengalaman, semakin kedepan semakin nampak jelas dan semakin jelas, terus nur ilmu menerangi. Akan tetapi yang mesti menjadi bahan perhatian kita utamakan yang sangat mendasar, yang pokok-pokoknya dulu, yang menjadi perhatian. Karena tadi kita membicarakannya begitu luas, begitu komplek kehidupan manusia, banyak sekali kecenderungan dalam hidup manusia seiring dengan perkembangan lingkungan, perkembangan zaman, semakin meningkat keinginan manusia itu.

Dulu boleh jadi orang-orang sederhana berpikir karena lingkungannya sederhana tetapi orang-orang yang hidupnya di tengah-tengah zaman seperti ini begitu banyak yang kita lihat, merangsang, merayu, yang tadinya tidak ada kita tidak terganggu begitu muncul kita jadi terganggu jadi pengen punya.

Contoh kecilnya dulu ketika tidak ada handphone, siapa yang berangan-angan punya HP? dulu masih cukup dengan telepon rumah tetapi begitu datang HP, terus semakin berkembang manusia dirangsang kebutuhannya oleh kemajuan, kemajuan teknologi, semakin meningkat semakin berubah bentuk gaya hidup masyarakat, dampaknya semakin komplek, semakin banyak kebutuhannya.

Semakin berat manusia menghadapi hidup karena masing-masing tidak mau ketinggalan zaman. Ingin mendapatkan apa yang dimiliki orang lain. Sedangkan ridha justru harus ditampakkan, ditampilkan dalam kehidupan orang mukmin.

Oleh karena kita harus belajar terus tempuh yang diharapkan semua urusan kita ridha, full semuanya. Tetapi apakah harus semua komponen itu, seluruh persoalan yang menyangkut kehidupan manusia terus manusia yang mukmin itu ridha, ridha ketika diberi, ridha ketika diambil, ridha ketika ditambah, ridha ketika dikurangi, ridha ketika ditakar, ridha ditimpa, ridha dalam segala hal, inilah yang menjadi dambaan Allah. Yang nantinya masuk kedalam titik jenuh, titik klimak, tangga terakhir, apa perkataan Allah? “Aku tak sanggup membalas”. Kata Allah, ini tangga akhir perjalanan, karena sebelumnya terus berjalan tangga demi tangga.

Sekali lagi, untuk memberikan satu ciri yang mandiri dari pengertian ridha itu adalah putus asa artinya tidak berharap terhadap apa yang dimiliki manusia. Satu contoh kecil, kita dapat janji dari orang lain mau ngasih sesuatu misalnya, kita putus, tidak terlintas, datang syukur henteu kajeun, karena totalitas tidak berharap apa-apa lagi. Ini tanda manusia itu masuk ke pintu ridha sebagai kunci pembuka jalan menuju hadist ini bisa diamalkan.

Bersambung

Tanjungsari, 01 Ramadhan 1444 H, 03 April 2022 M

Penulis: Adam Qosim Kosasih, Editor Madyo Sasongko
Sumber: Kajian Ramadhan
#KajianRamadhan

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url