Meraih Tangga-tangga Ketakwaan

Bismillaahirrohmaanirrohiim


الَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي السَّرَّاء وَالضَّرَّاء وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

Artinya (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema′afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan (Qs An-Nisaa ayat 134)

3 Kriteria Orang-orang yang Selalu Berbuat Lebih Baik dalam Surat An-nisa

Salah satu tujuan Allah mewajibkan umat manusia berpuasa adalah meraih dan mencapai tangga-tangga ketakwaan. Untuk bisa menaiki tangga-tangga ketakwaan orang yang berpuasa dilatih untuk bisa menjadi orang yang sabar (shoobiriin), ditanamkan di hatinya agar menjadi orang-orang yang penuh ketulusan dan keikhlasan paripurna (mukhlishiin), dicetak jiwa dan mentalitasnya agar menjadi orang-orang yang penuh keridloan (mardliyyiin) dan dapat menjadi orang-orang yang berkarya dengan amal perbuatan yang tidak hanya sekedar baik tapi juga lebih baik (muhsiniin).

Surat ketiga AlQuran yaitu Surat An-Nisa ayat 134 menjelaskan kriteria orang-orang yang selalu berbuat lebih baik dalam seluruh tata karya ibadah perbuatannya, yaitu sebagai berikut:

  1. Mereka menafkahkan atau membelanjakan (sebagian saja) dari harta yang dimilikinya apakah harta kekayaan itu berupa ilmu pengetahuan, uang, makanan dan minuman, tenaga, waktu dan kesempatan serta fasilitas yang diberikan Allah sebagai rejeki untuk hamba-Nya, tanpa melihat kondisi.

    Ia membelanjakan hartanya baik dalam kondisi sedang senang, mewah, berlebih dan merasa bahagia karena banyaknya anugerah yang diberikan Allah, atau juga dalam kondisi morat marit, paceklik keuangan. Ia lebih memikirkan kebahagiaan orang lain daripada kesenangan dirinya. Ia merasa bahagia ketika melihat orang lain lebih bahagia dari dirinya.

  2. Mereka yang sanggup mengendalikan amarahnya. Ketika ada orang lain berbuat buruk terhadap dirinya, ia sanggup untuk tidak melakukan pembalasan yang lebih buruk, padaha dirinya mampu melakukannya. Di dalam hatinya tidak ada unek-unek, apalagi ingin melampiaskan dendam kesumat,

    Sehingga Baginda Rasulullah menggarisbawahi kriteria ini dengan menyebutkan bahwa bukanlah orang yang perkasa ketika seseorang dengan kesegeraannya melampiaskan dendam kesumat, namun yang perkasa adalah dia yang sanggup mengendalikan dirinya emosinya ketika marah sedang bertahta di hatinya.

    Melampiaskan kemarahan adalah sesuatu yang wajar, namun ia tidak wajar ketika sudah dalam porsi melebihi kewajaran, dan yang terjadi ketika seseorang tidak bisa menahan amarahnya, ia akan merusak jantung, naik ke ubun-ubun dan berpotensi mengundang penyakit stroke, lari ke hati berpotensi melahirkan penyakit lever dan merusak organ-organ vital dalam dirinya yang seharusnya ia jaga sebagai amanah terindah dan terbaik dari Allah.

  3. Orang-orang muhsin selalu mudah memaafkan kesalahan orang, sebesar apa pun kesalahannya. Dengan keagungan pribadinya ia dengan mudah menyambut dengan hati terbuka serta kelapangan dada terhadap siapa pun yang menyakiti dirinya. Ia membalas keburukan yang diperbuat orang lain terhadapnya dengan ihsan, dengan berbuat yang lebih baik dan menyenangkan.

Karena keluhuran budi, keagungan akhlak orang-orang yang berperiaku ihsan, mereka diberi garansi mendapatkan kecintaan dari Allah. Allah akan memberikan balasan yang lebih baik kepada orang-orang ihsan. Jika mereka beramal satu kebaikan, Allah tidak hanya membalas pahala untuknya yang sepadan namun berkali-kali lipat sebagai bentuk dari rasa kasih sayang Allah yang begitu besar kepada mereka, orang-orang yang berperilaku ihsan.

Marilah kita berharap kepada Allah agar kita semua bisa termasuk dalam golongan orang-orang yang tidak hanya berbuat sekedar baik, tapi berbuat lebih baik.

Bandung, 08 Juni 2018
© Madyo Sasongko
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url