Hasbiyallah - Bagian ke-4 : Mengendalikan Takut Yang Berlebihan (Tamat)

Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Hasbiyallah - Bagian ke-4 :  Mengendalikan Takut Yang Berlebihan (Tamat)

Review tulisan sebelumnya:

Apakah itu teramat berat dan sulit menurut manusia? Atau mudah? Atau bagaimana pun semuanya di mata Allah mudah?. Apakah kita bisa menumbuhkan suasana itu? Kalau kita tidak lari menuju kepada Allah, lalu mau lari kemana?

Kalau upaya demi upaya sudah dilakukan dan tak seorangpun sanggup menuntaskan persoalan yang teramat kritis, rumit dan berat lalu kepada siapa lagi kalau bukan kepada Allah sang maha pemilik, yang memiliki segalanya, yang menggenggam kekuasaan tanpa batasnya, yang memegang otoritas keilmuan tanpa ada ujungnya.

Mereka yang sudah masuk ke level Hasbiyallah sebagaimana ditampakkan dengan wajah penuh ceria dari raut muka Nabi Ibrahim tidak ada rasa takut dengan luapan api yang begitu besar, pun dengan bahaya yang sudah ada di hadapan. Namun Nabi Ibrahim dengan penuh ketenangan jiwa mengatakan ada Allah.

Rasa takut yang berlebihan adalah bagian dari diri kita sendiri, apakah kita ingin terhindar dari penyiksaan yang kita lakukan? apakah kita akan terus menyiksa diri atau menghentikan penyiksaan itu? Jika ingin menghentikannya, segeralah datang kepada Allah, segeralah bergantung kepada-Nya, dan katakan "Hasbiyallah wa ni’mal wakil".

Setelah kita mengucapkannya, kemudian kita segera melaksanakan shalat, setelah itu mengucapkan istighfar sebanyak mungkin untuk memohon ampun dari kesalahan yang selalu mendzalimi diri, kemudian lanjutkan dengan mengucapkan
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Ya Tuhan, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi”. (QS Al-A'raf ayat 23)

Allah tidak merasa diberi keuntungan oleh siapapun dan Allah tidak pernah merasa dirugikan oleh siapapun. Seperti bingungnya Nabi Yunus keluar dari perut ikan besar itu, sudah berbulan-bulan ia di dalam perut kalau makan mah ada daging ikan cuma apakah akan terus hidup di dalam kegelapan yaitu perut ikan?.

Kisah Nabi Yunus diabadikan dalam AlQur'an Surat Al-Anbiya ayat 87
وَذَا النُّونِ إِذ ذَّهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَن لَّن نَّقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ أَن لَّا إِلَهَ إِلَّا أَنتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنتُ مِنَ الظَّالِمِينَ
Artinya: Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap "Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim."

Tidak ada Tuhan selain-Mu. Maha Suci Engkau. sungguh, aku ini sudah berlaku zalim. Kalau sudah menyebutkan anta ada di hadapan Nabi Yunus, anta itu engkau, yaitu orang kedua yang diajak bicara.

Tiada tuhan melainkan Engkau seorang ya Allah, subhanaka Engkau Maha Suci dari tuduhan-tuduhan manusia yang katanya biadab tukang menyiksa, tukang mendzalimi, tukang menganiaya hamba-Nya, Engkau suci dari itu semua, Engkau suci dari merasa ada manfaatnya bagi-Mu kalau semua hamba-Mu sujud kepada-Mu, Engkau suci dari itu semua.

Engkau suci dari kemungkinan rasa rugi kalau tidak sujud semuanya atau kurang si hamba sujudnya. Tidak untung dan rugi bagi Allah, Subhanaka. Justru inni kuntu minazzhalimin akulah ya Allah ternyata/terbukti termasuk orang-orang yang dzalim. Terus diucapkan itu semua, walaupun itu semua kalimat dari Allah sendiri. Yang pada akhirnya ikan besar itu ke pinggir laut terus mati.
إِنَّ اللّهَ لاَ يَظْلِمُ النَّاسَ شَيْئًا وَلَـكِنَّ النَّاسَ أَنفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
Artinya: Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia Itulah yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri. (Qs. Yunus : 44)

Tidaklah Allah menganiaya seorang hambapun, tidak ada seorangpun yang dianiaya. Kata Allah, hidup itu ujian bagaimana kamu bisa lulus dari ujian kalau tidak diuji, untuk ingin mendapatkan kelulusan dibutuhkan sekolah, butuh kehadiran, butuh belajar, butuh aturan main, bahkan tidak boleh melirik kemana pun dan pengawasnya adalah Allah sendiri,

Allah yang Maha Melihat lagi Maha Mengetahui. Dan ternyata hasil ujian itu banyak merahnya, coba mau menyalahkan pengawas atau menyalahkan guru? Yang semuanya itu adalah hasil kerja kamu, ketika ujian boleh buka buku tidak? Tidak boleh, setelah ujian baru boleh buka buku.

Jadi jangan sekali-kali menuduh Allah mendzalimi tapi justru manusia yang menganiaya diri. Mengapa manusia diuji? Bukankah manusia mendambakan keselamatan? Juga Kesuksesan? Apalagi masa depan manusia yang beriman apa? Akhirat.

Jangan dipikir mudah masuk ke surga tanpa pernah dalam hidup mau bersabar, tidak pernah bersungguh-sungguh berjihad melawan dan mengendalikan hawa nafsu supaya tidak termasuk hamba-hamba dunia dan ingin murni sebagai hamba Allah dengan melewati kompleksitas permasalahan, maka manusia diuji.

Terus apakah Allah menguji disebut menganiaya? Apakah seorang guru ketika menguji itu mendzalimi kamu? Tidak. Kita hanya butuh bantuan dari Allah saja. Ini aplikasi dari perilaku seorang yang mengatakan Hasbiyallah wa ni’mal wakil, dia akan mengatakan tak seorangpun yang bisa membuka hanya Allah, mari kita datang bersama-sama kepada Allah. Kita perlihatkan kebutuhan kita, kita gantungkan permasalahannya, yakin mari berdoa.

Kita harus sanggup mengakui bahwa kekuasaan Allah tidak dibatasi, menciptakan mudah bagi-Nya juga mengembalikannya. Kalau kurang mengerti, diam. Menyadari ketidaksanggupan untuk mengerti karena akalnya masih di bawah. Apakah mau menumbuhkan pengakuan seperti itu? Memunculkan sebuah pengakuan, jangan sepotong mengakui kepada Allah itu, ingin diridhai paling besar tapi mengakui tidak mau.

Kita digiring untuk mengakui secara totalitas, siapapun akan sama perkataannya ketika Nabi Ibrahim dilemparkan ke tengah kobaran api, mereka akan berkata pasti terbakar tapi ternyata Nabi Ibrahim realitanya tidak terbakar bahkan sedang tidur. Bukankah Allah perlihatkan kejadian demi kejadian supaya manusia mau mengakui yang diwakili oleh para nabi dengan muzijatnya yang diperlihatkan tanda-tanda itu,

Oleh karena itu, kita harus berusaha menurunkan kadar kekhawatiran, rasa takut. Kalau tidak berusaha bisa tidak naik nilai hidup itu? Tidak akan pernah. Oleh karena itu, tak seorangpun tahu dunia kegaiban itu semata-mata atas kehendak Allah. Seperti tidak tahunya kapan dan dimana kita akan meninggal.

Jika Allah menimpakan suatu kebaikan tidak akan pernah ada yang bisa menghadangnya. Apakah kamu sanggup menumbuhkan pandangan sama seperti Allah “sama saja tidak ada bedanya”. Ketika Allah menghendaki tak seorangpun bisa menghalangi.

Mari kita belajar membuktikan kepercayaan, keyakinan, pengakuan yang sepenuhnya kepada Allah. Allah menimpakan apa pun kepada orang yang Dia kehendaki, menganugerahkan apa pun kepada orang yang Dia menghendaki. Kalau ada kesalahan ingatlah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Wallaahu a'lam bishshawwaab


Bandung, 14 Juni 2020
Penulis : Adam Qosim Kosasih Natsir | Editor: Madyo Sasongko

Referensi:
1. AlQuran Surat Al-Anbiya ayat 87 2. AlQuran Surat Yunus ayat 44

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url