Al-Ikhlas, Merelakan Allah Sebagai Tuhan
Al-Ikhlaash
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Kata 'ikhlash' terambil dari kata dasar kholasho - yakhlushu, .... (dalam makna kata kerja pasif) yang kemudian diberikan wazan (kata kerja aktif) akhlasho - yukhlishu - ikhlaashoon. Kholasho artinya bersih, suci, atau tulus, sedangkan akhlasho yang menjadi kata populer yaitu ikhlas, artinya membersihkan, merelakan atau mengikhlaskan.
Ikhlas dalam pengertian sempit merupakan sikap pasif dari kondisi batin saat menerima sesuatu, sementara makna yang lebih luas, diartikan sebagai mengupayakan seluruh perangkat yang ada dalam diri untuk menerima dengan penuh kerelaan atas segala sesuatu yang menimpa diri. Jadi ikhlas punya dua dimensi makna yaitu cenderung pasif sebagai substansi dan bermakna aktif ketika seluruh perangkat diri diupayakan untuk menerima sebuah kebenaran yang sifatnya mutlak dan tak dapat ditolak kehadirannya.
Surat Al-Ikhlas adalah salah satu surat yang diwahyukan Allah untuk memperingatkan manusia mengenai keesaan Allah. Artinya, dengan diturunkannya surat Al-Ikhlas, Allah meminta agar manusia merelakan atau mengikhlaskan atau memberikan pengakuan secara Ikhlas bahwa Allah adalah Dzat yang kepada-Nya semua makhluk bergantung (Ash-shomad). Dia (Allah) tidak melahirkan, dan Dia tidak terlahir dari siapa atau apa pun. Dan tidak ada sesuatu apa dan siapa pun yang punya kesanggupan untuk menyamai-Nya.
Memang sangat berat sekali apa yang dirasakan manusia ketika dia difasilitasi oleh berbagai kelengkapan hidup mulai dari seperangkat indera dan fasilitas penunjang yang disediakan di luar dirinya, dan dengan semua kelengkapan itu manusia bisa berbuat apa saja sesuai dengan apa yang diinginkannya dalam hidup. Seperti apa yang pernah dilakukan oleh Fir’aun pada masa Nabiyullah Musa alaihissalaam, ketika kedigjayaannya mencapai puncak, ia mengatakan bahwa “akulah rabb-mu (pengurus-mu) yang tinggi, yang pada saat itu memang diakui keberhasilan Fir’aun sebagai seorang raja yang tidak tertandingi oleh siapa pun.
Surat Al-Ikhlas juga diwahyukan Allah untuk menyindir kaum Yahudi dan Nasrani yang pernah memberikan statement yang diabadikan dalam Qur’an seperti 'Uzair itu anak Allah' atau 'Yesus itu anak Tuhan' sehingga pada beberapa dekade, doktrin trinitas yang merupakan harga mati pemeluk Nasrani menjadi dogma yang tidak boleh dibantah dan mematikan kreatifitas berpikir manusia untuk mengenal Tuhan.
Dalam Surat Al-Ikhlas, Allah meminta perhatian kepada siapa pun bahwa Dia (Allah) bukanlah sosok seperti manusia yang mempunyai keturunan, berkembang biak, yang jika ini dibiarkan, maka akan bermunculan anak-anak Tuhan, cucu dan keturunan Tuhan yang sejatinya sangat bertentangan dengan prinsip ketauhidan yang menjadi pesan substansial surat Al-Ikhlas.
Saya teringat pada teori perkembangan, bahwa ilmu pengetahuan mengalami perkembangan dari masa ke masa. Pada jaman dahulu, seorang ilmuwan yang bersikukuh berpendapat bahwa bumi itu bulat ditentang habis-habisan oleh Gereja sebagai orang yang menentang Gereja, dan kini semua orang sefaham dan sepakat bahwa bumi itu bulat. Pada era sebelum millenium, orang tidak percaya bahwa bumi bisa berada dalam genggaman visual, dan kini terbukti, dengan teknologi informasi yang sangat cepat semua orang memegang telepon genggam yang populer disebut handphone. Dan entah berapa penemuan lagi yang akan menjadi bukti berkembangnya peradaban manusia melalui penemuan demi penemuan dalam berbagai disiplin ilmu yang sesungguhnya harus membuat manusia memasuki dimensi kesadaran bahwa Allah lah yang membuat semua ini terjadi. Jangankan untuk memikirkan Dzat Allah yang tidak bisa disentuh oleh siapa pun, untuk melihat sampai sejauhmana pengetahuan berhenti menjadi sempurna saja tidak akan cukup waktu untuk sampai pada akhir waktu.
Sekali lagi, surat Al-Ikhlas berisi permintaan Allah kepada manusia agar mengikhlaskan semua ketidakberdayaannya sebagai hamba bahwa hanya kepada Allah lah tempat semua mahluk menggantungkan diri, karena Dia lah sosok yang tidak dapat ditandingi oleh siapa pun.
Semoga bermanfaat.
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Kata 'ikhlash' terambil dari kata dasar kholasho - yakhlushu, .... (dalam makna kata kerja pasif) yang kemudian diberikan wazan (kata kerja aktif) akhlasho - yukhlishu - ikhlaashoon. Kholasho artinya bersih, suci, atau tulus, sedangkan akhlasho yang menjadi kata populer yaitu ikhlas, artinya membersihkan, merelakan atau mengikhlaskan.
Ikhlas dalam pengertian sempit merupakan sikap pasif dari kondisi batin saat menerima sesuatu, sementara makna yang lebih luas, diartikan sebagai mengupayakan seluruh perangkat yang ada dalam diri untuk menerima dengan penuh kerelaan atas segala sesuatu yang menimpa diri. Jadi ikhlas punya dua dimensi makna yaitu cenderung pasif sebagai substansi dan bermakna aktif ketika seluruh perangkat diri diupayakan untuk menerima sebuah kebenaran yang sifatnya mutlak dan tak dapat ditolak kehadirannya.
Surat Al-Ikhlas adalah salah satu surat yang diwahyukan Allah untuk memperingatkan manusia mengenai keesaan Allah. Artinya, dengan diturunkannya surat Al-Ikhlas, Allah meminta agar manusia merelakan atau mengikhlaskan atau memberikan pengakuan secara Ikhlas bahwa Allah adalah Dzat yang kepada-Nya semua makhluk bergantung (Ash-shomad). Dia (Allah) tidak melahirkan, dan Dia tidak terlahir dari siapa atau apa pun. Dan tidak ada sesuatu apa dan siapa pun yang punya kesanggupan untuk menyamai-Nya.
Memang sangat berat sekali apa yang dirasakan manusia ketika dia difasilitasi oleh berbagai kelengkapan hidup mulai dari seperangkat indera dan fasilitas penunjang yang disediakan di luar dirinya, dan dengan semua kelengkapan itu manusia bisa berbuat apa saja sesuai dengan apa yang diinginkannya dalam hidup. Seperti apa yang pernah dilakukan oleh Fir’aun pada masa Nabiyullah Musa alaihissalaam, ketika kedigjayaannya mencapai puncak, ia mengatakan bahwa “akulah rabb-mu (pengurus-mu) yang tinggi, yang pada saat itu memang diakui keberhasilan Fir’aun sebagai seorang raja yang tidak tertandingi oleh siapa pun.
Surat Al-Ikhlas juga diwahyukan Allah untuk menyindir kaum Yahudi dan Nasrani yang pernah memberikan statement yang diabadikan dalam Qur’an seperti 'Uzair itu anak Allah' atau 'Yesus itu anak Tuhan' sehingga pada beberapa dekade, doktrin trinitas yang merupakan harga mati pemeluk Nasrani menjadi dogma yang tidak boleh dibantah dan mematikan kreatifitas berpikir manusia untuk mengenal Tuhan.
Dalam Surat Al-Ikhlas, Allah meminta perhatian kepada siapa pun bahwa Dia (Allah) bukanlah sosok seperti manusia yang mempunyai keturunan, berkembang biak, yang jika ini dibiarkan, maka akan bermunculan anak-anak Tuhan, cucu dan keturunan Tuhan yang sejatinya sangat bertentangan dengan prinsip ketauhidan yang menjadi pesan substansial surat Al-Ikhlas.
Saya teringat pada teori perkembangan, bahwa ilmu pengetahuan mengalami perkembangan dari masa ke masa. Pada jaman dahulu, seorang ilmuwan yang bersikukuh berpendapat bahwa bumi itu bulat ditentang habis-habisan oleh Gereja sebagai orang yang menentang Gereja, dan kini semua orang sefaham dan sepakat bahwa bumi itu bulat. Pada era sebelum millenium, orang tidak percaya bahwa bumi bisa berada dalam genggaman visual, dan kini terbukti, dengan teknologi informasi yang sangat cepat semua orang memegang telepon genggam yang populer disebut handphone. Dan entah berapa penemuan lagi yang akan menjadi bukti berkembangnya peradaban manusia melalui penemuan demi penemuan dalam berbagai disiplin ilmu yang sesungguhnya harus membuat manusia memasuki dimensi kesadaran bahwa Allah lah yang membuat semua ini terjadi. Jangankan untuk memikirkan Dzat Allah yang tidak bisa disentuh oleh siapa pun, untuk melihat sampai sejauhmana pengetahuan berhenti menjadi sempurna saja tidak akan cukup waktu untuk sampai pada akhir waktu.
Sekali lagi, surat Al-Ikhlas berisi permintaan Allah kepada manusia agar mengikhlaskan semua ketidakberdayaannya sebagai hamba bahwa hanya kepada Allah lah tempat semua mahluk menggantungkan diri, karena Dia lah sosok yang tidak dapat ditandingi oleh siapa pun.
Semoga bermanfaat.