Harga Jumatan yang Mahal di Masa Masker

Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Harga Jumatan yang Mahal di Masa Masker

Alhamdulillah, saya bersyukur masih bisa melakukan jumatan. Mengapa saya bersyukur, padahal jumatan kan sesuatu yang biasa?

Jika ada pertanyaan seperti itu, maka jawaban saya singkat saja, yaitu bahwa harga ibadah Islam yang bernama jumatan sekarang sedang dipasang tarif yang tinggi, ketika banyak orang masih ketakutan untuk memasuki mesjid dan menikmati suasana ibadah di dalamnya.

Judul di atas juga saya pilih dengan potongan kalimat di masa masker, bukan di masa pandemi covid-19 atau corona, sebab masa inkubasi covid-19 yang digagas WHO dan penggiat virus kaum elit globalist sudah melewati masa inkubasi, dan kini si covid-19 sudah berada di cuaca panas yang kering dan menyengat. Saya ingat salah satu sabda Rasulullah ﷺ :

Al-Hafidz Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam kitab Badzl al-Ma’un menyatakan (hal. 369):
وكانت الطواعين الماضية تقع في فصل الربيع بعد انقضاء الشتاء وترتفع في أوّل الصيف
Artinya: "Wabah (Tha’un) pada masa lalu, terjadi pada musim semi, setelah berakhirnya musim dingin. Wabah berakhir di permulaan musim panas."

Dan sejumlah negara di Eropa telah membuka kembali situasi "lockdown", juga Kerajaan Arab Saudi telah kembali membuka dua kota suci yaitu Mekkah dan Medinah, Amerika pun, sebagai negara yang terbanyak terpapar juga demikian, tak terkecuali pula China atau Tiongkok yang menjadi sumber munculnya covid-19 yang sudah lebih dulu membuka lockdown di kota Wuhan.

Dan khusus di Indonesia pasca berakhirnya rangkaian kebijakan PSBB yang diterapkan di pusat dan berbagai provinsi, kabupaten dan kota di seluruh wilayah juga telah selesai di banyak zona, tinggal konsentrasi di wilayah khusus yang ditengarai menjadi zona merah penyebaran covid, bahkan kota Surabaya divonis sebagai zona hitam.

Kembali ke topik utama, bahwa jumatan sebagai tradisi beribadah yang hukumnya wajib dan saking wajibnya, perihal sholat jumat ditegaskan dan disimpan sebagai surat khusus pada AlQuran, yaitu Surat Jumuah atau surat ke 82 dari total 114 surat.

Jumatan menjadi mahal, karena tidak banyak warga muslim yang totalits punya keberanian pergi ke mesjid untuk jumatan. Salah satu alasannya adalah peraturan pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), yang di dalamnya mengatur pelaksanaan ibadah termasuk penyelenggaraan sholat jumat dengan menggunakan protokol kesehatan.

Jumatan juga mahal harganya karena diberlakukannnya kewajiban menggunakan masker. Bagi mereka yang sudah punya masker hal itu menjadi no problem, namun bagi mereka yang lupa membawa masker atau memang tidak punya masker karena tidak punya uang lebih untuk membeli masker, hal ini bisa menjadi persoalan. Untungnya DKM setempat yang menyelenggarakan sholat jumat menyediakan masker gratis untuk para jamaah.

Sudah beberapa kai saya mengikuti sholat jumat di banyak mesjid di CImahi dan kota Bandung. Ada yang tidak ketat mengenakan protokol kesehatan seperti harus mencuci tangan dengan menggunakan hand sanitizer yang disediakan dan memakai masker. Protokol covid lain pun diberlakukan bagi jamaah, yaitu harus berjarak minimal satu meter, beberapa mesjid mewajibkan 2 meter, sehingga kapasitas mesjid yang tadinya 100 orang sebelum diterapkan protokol menjadi berlipat dua kali jadi 200 orang pasca diberlakukannya protokol covid-19 di mesjid-mesjid.

Dalam hati kecil saya berkata, sampai kapan pemerintah menerbitkan peraturan baru tentang kebijakan yang mencabut diberlakukannya PSBB berikut seluruh pasal dan ayatnya yang jika dirasakan atau diterapkan dalam kehidupan ibadah sehari-hari telah memberikan rasa tidak nyaman bagi sebahagian jamaah yang sudah cukup keyakinannya tentang berakhirnya masa pandemi.

Saat sholat jumat di mesjid yang tidak ketat menggunakan protokol kesehatan, tidak menggunakan masker dan tidak berjarak, saya merasakan kenyamanan yang cukup, namun saat pindah ke mesjid yang memberlakukan penggunaaan masker, cuci tangan hand sanitizer dan jaga jarak ekstrim malah rongga hidung saya terasa tidak nyaman, dan jarak yang terlalu lebar melahirkan rasa was-was mungkinkah syetan yang kehabisan akal menggoda mereka yang ikhlas kini menjejali ruang-ruang kosong di antara jamaah yang melakukan sholat.

Entah kenapa, terbersit juga di dalam benak, jangan-jangan ide lockdown --padahal sudah area bebas covid-19---, , panggunaan masker di area tempat ibadah, cuci tangan menggunakan hand sanitizer --padahal sudah cukup dengan berwudlu yang sempurna--- dan jaga jarak ---padahal ada hadits yang selalu disebut oleh muraqqi (di mesjid nahdliyyin) tentang merapatkan barisan, yang kini sudah tidak dibaca lagi karena takut oleh corona daripada takut oleh Allah ---, adalah sejumlah upaya yahudi dan musuh-musuh Islam lainnya untuk menjauhkan umat Islam dari ajarannya, termasuk dari mesjid-mesjidnya.

Dan keheranan itu semakin bertambah ketika mengetahui bahwa beberapa pasar-pasar tradisional serta mall-mall tempat belanja tidak diberlakukan protokol kesehatan yang ketat seperti yang terjadi di tempat peribadan atau mesjid-mesjid. Transaksi jual beli terjadi seperti biasa dan di sana tidak ada aparat kepolisian yang berjaga atau petugas Satipol PP yang membawa pengeras suara.

Dari keheranan akhirnya muncul kekhawatiran terhadap perilaku beribadah di mesjid yang kini tidak seleluasa dulu, padahal mesjid adalah tempat keberkahan, memasukinya saja semua orang harus berwudlu agar setiap individu muslim memiliki kekebalan terhadap penyakit atau bahkan virus covid-19 sekali pun. Jadinya pencitraan cuci tangan meningkat dan reputasi wudlu sebagai tradisi kebersihan yang melahirkan kekebalan jadi kalah bersaing dengan hand sanitizer. Padahal air wudlu tidak harus dibeli seperti hand sanitizer.

Pikiran lain yang muncul adalah jika saja teknologi kesehatan di Indonesia sama dengan Amerika, apakah mungkin jika korban lebih banyak di Amerika, seharusnya kan di Indonesia yang lebih banyak, bukan di Amerika atau Tiongkok. Akhirnya kegalauan ini terjawab dengan rasa terima kasih yang teramat besar kepada orang-orang mukmin yang saleh yang mengorbankan waktunya di sepertiga malam untuk memohon perlindungan kepada Allah agar Indonesia dilindungi dari wabah masker eeeh, wabah covid-19.

Dan untungnya kopi yang menemani selama naskah ini ditulis tidak harus pake masker

Walloohu a'lam bish showwaab

Bandung, 12 Juni 2020
Penulis: Madyo Sasongko
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url